Minggu, 01 Juni 2014

DULU



Indah, saat kisah masih punya warna, saat hal paling sederhana bisa membuat tawa kecil kita menyatu, saat kamu terasa sudah tau caranya melupakan, saat kamu tak mau mengerti arti penghianatan, tak mau perduli arti pengabaian, saat kamu terasa sangat memperjuangkan aku.

Jenuh. Satu alasan dengan sejuta aksi penghianatan karenanya. Berbeda. Kamu mulai ingin peduli artinya pengabaian, kamu mulai mencoba arti penghianatan, saat kamu ‘melelah’-kan diri dalam memperjuangkan aku, saat kamu merasa cukup terhadap usahamu. 

Perasaan, apa kamu punya itu? Mungkin ada, tapi hanya untuk dirimu sendiri. Pernah kamu terpikir untuk sedikit saja menengok perasaanku? Bukan perasaanmu, ataupun dia. Lelah. Dan kini aku menyerah atas kamu tanpa penyesalan.

Tapi trimakasih kepada dia, yang telah membawamu pergi bersamanya, trimakasih kalian membuatku mengerti arti penghianatan, pengabaian, dan membuatku mengerti rasanya ‘mengikhlaskan’. Hal terpenting, ikhlas itu butuh pasokan senyum ekstra, entah inside maupun outside. Ikhlas itu sederhana ;)

Kamis, 29 Mei 2014

Bukan seandainya dia tau tapi, harusnya dia tau




Ketika yang kau harapkan dapat memberi arti justru tak lagi mampu bahkan mau untuk memperjuangkanmu.
Ketika yang kau rasa sempurna, menjadi sangat berbeda pada pertemuan malam itu.
Ketika yang kau pikir paling setia, justru membuatmu mengerti arti penghianatan.
Ketika yang kau rasa paling peduli, justru membuatmu mengerti arti pengabaian.
Ketika yang kau rasa paling mengerti, justru menjadi orang yang paling tak perduli terhadapmu.
Ketika yang kau pikir dapat menjadi pendamai hati justru menjadi penyulut keributan hati yang paling utama
Ketika yang kau harap akan abadi, justru membuatmu merasakan lebih awal apa yang dinamakan akhir.
Ketika seorang pemuda yang kau rasa menjadi penyebab utama senyum indahmu, justru dialah pemeran utama dalam derai tangismu



Terimakasih, luka nya



Sia-sia sudah kita jalin cinta bila hati selalu berbeda. Sampai kapan lagi aku harus menahan rasa kecewa di dalam dada. Seandainya kita masih bersatu, takkan mungkin menyatu. Walau masih ada sisa cinta, biarkan berakhir sampai disini. Tiada lagi yang kuharapkan, tiada lagi yang ku impikan. Biar aku sendiri tanpa dirimu. Tiada lagi kata cintaku, takkan ada lagi aku dan kamu.

Kamis, 10 April 2014

Now, I know



Kamis, 10 April 2014. Sore ini baru aja berlangsung sesi curhatku dengan seorang wanita. Dia bukan teman dekatku, bahkan bisa dibilang kita baru baru ini kenal, tapi dia sudah tau lebih banyak tentang hal apapun yang ingin aku tanyakan tentang seorang pemuda disana. Awalnya muncul rasa ragu ketika ingin bertanya, namun aku seperti diselimuti rasa penasaran. Suasana saat itu ramai, gaduh, dan saat aku mulai bertanya semuanya diam, hening. Cemas, ketika ingin mendengarkan cerita dari wanita itu, antara penasaran dan takut sakit hati, tapi kuteruskan saja. Memang sebagian besar yang diceritakannya adalah tentang masa lalu pemuda itu, namun disela-sela cerita selalu terselipkan kata “tapi itu dulu”. Aku hanya tersenyum sambil mengangguk tanda mengerti. Dari setiap kalimat yang ia utarakan tentang pemuda itu yang selalu terpikir hanya satu “apa dia bakalan kayak gitu juga pas sama aku?”. Dia seperti mengerti apa yang aku pikirkan, sembari menjawab “semoga aja sekarang enggak, be positive thinking”. Kalimat demi kalimat membuat aku lebih banyak mengerti lagi tentang kamu, dari positif dan negatif, baik dan buruk, antara yakin dan ragu. Aku tidak harus menjadikan setiap kalimat itu menjadi sebuah beban pikiran yang selalu menyelimuti otak dan hatiku, kini aku mengerti dari setiap kalimat yang diceritakannya tentang kamu aku harus lebih mengerti kamu.

Jumat, 24 Januari 2014

But u know it's hurts



Tak seperti pagi pagi lainnya, aku sendirian, tanpa ucapan selamat pagi. Dengan mata sembab sambil melebarkan senyum yang agak memaksa, ku awali pagi ini. Semalam, semuanya indah, serasa dunia ini milik kami, ya, aku dan seorang pemuda disana, candaan dengan sedikit bumbu penuh rasa, setiap kata yang ia tulis bisa membuatku semakin melebarkan senyum. Pagi buta tadi, semuanya masih indah, sebelum aku melihat beberapa pernyataan di akun pribadi milik seorang pemuda, rasanya seperti ingin meledak, tak sengaja terjadi sedikit keributan hati, dan entah kenapa air mata ini mengalir dengan derasnya. Aku tak sempat berfikir “aku ini siapa? Bisa seenaknya saja merasa sakit hati” “dia itu siapaku?”, aku tak sempat sadar sebelum orang-orang disekitarku mulai menanyakannya. Apa yang mereka tau? Bagaimana mereka bisa tau jika aku memang menyembunyikan ini rapat-rapat. Mereka bisa berpendapat ini itu, abcd, tapi tidak ada yang tau ada apa sebenarnya antara aku dan pemuda itu. Siang ini, dikelas, sepertinya aku salah memilih tempat duduk. Dia berada tepat di arah jam 11, tak seperti biasanya, ku alihkan pandanganku sejauh mungkin, kemanapun. Siang ini juga tak seceria biasanya, aku banyak diam, kadang tetap menampakan senyum lebarku. 

Aku senang ketika merasa tidak fokus karena sesekali memandangimu, meminta teman sebangkuku “agak  mundur dikit” “agak maju dikit” agar aku bisa sesekali memandangimu dari jauh. Aku senang berteriak kencang dengan meneriakkan namamu saat pertandingan, mukaku bisa saja terlihat merah saat kamu berhasil memasukan bola dan teman-teman mulai menyorakiku. Aku senang  merasa deg-degan saat menunggumu di depan sekolah, waktu terasa begitu lama, sesekali ku cek ponselku, ku lirik jam di tanganku, dan saat kamu datang aku bisa berlagak  santai dengan menghampirimu sambil menyapa “hoi”. Aku senang saat merasa canggung bukan main, ketika hanya ada beberapa pertanyaan dan jawaban singkat yang aku ucapkan, selebihnya hanya waktu yang dapat mendengar diantara suara bising kendaraan terselip  keheningan yang amat dalam, hanya dapat menahan pertanyaan yang tak sempat diucapkan. saat itu semuanya indah, ku pikir semuanya tepat. Karena didalam perasaan menggebu-gebu ini, dibalik semua rasa kangen, takut, canggung, yang bergerumul di dalamnya dan meletup pelan-pelan, aku takut sendirian..